Minggu, 15 September 2013

Teori Kepuasan Kerja

Teori- teori mengenai kepuasan kerja ada tiga macam yaitu :
1.     Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy theory)
       Menurut Gibson dalam Sopiah (2008;172) teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter pada tahun 1961 yang menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan selisih atau perbandingan antara harapan dengan kenyataan. Kemudian Locke pada tahun 1961, menambahkan bahwa seorang karyawan akan merasa puas bila kondisi yang aktual (sesungguhnya) sesuai dengan harapan atau yang diinginkan. Semakin sesuai antara harapan seseorang dengan kenyataan yang dihadapi maka orang tersebut akan semakin puas.
       Dengan demikian orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Apabila yang didapat ternyata lebih besar daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy yang positif. Sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakan itu di bawah standar minimum sehingga menjadi negative discrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.
2.     Teori Keadilan (Equity Theory)
       Menurut Locke dalam As’ad (2004;105) prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah dia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain.
       Menurut Wexley dan Yukl dalam As’ad (2004;106) Prinsip dari teori equity adalah bahwa orang akan merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak ada keadilan (inequity) atas suatu situasi. Ada tiga elemen dari teori equity yaitu :
a.  Input (anything of value that an employee perceives that he contributes to his job). adalah segala sesuatu yang berharga, yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan. Dalam hal ini misalnya pendidikan, pengalaman, keterampilan, jumlah usaha yang diharapkan, jumlah jam kerja.
b.  Out comes adalah segala sesuatu yang berharga, yang dirasakan karyawan sebagai “hasil” dari pekerjaannya.
c.   Comparison person adalah kepada orang lain dengan siapa karyawan membandingkan rasio input-out comes yang dimilikinya. Comparison persons ini bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama atau di tempat lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri di waktu lampau.
       Menurut Wexley dan Yukl dalam As’ad (2004;106) dalam teori keadilan, setiap karyawan akan membandingkan ratio input-outcomes orang lain (comparison persons). Bila perbandingan itu dianggapnya cukup adil (equity), maka ia merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan (over compensation inequity), bisa menimbulkan kepuasan tetapi bisa pula tidak (misalnya pada orang yang moralis). Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang dan merugikan (under compensation inequity) akan timbul ketidakpuasan.
       Menurut Locke dalam As’ad (2004;107) Adapun kelemahan dari teori ini adalah kenyataan bahwa kepuasan orang juga ditentukan oleh individual differences (misalnya saja pada waktu orang melamar pekerjaan apabila ditanya besarnya upah/gaji yang diinginkan). Selain itu tidak liniernya hubungan antara besarnya kompensasi (misalnya upah) dengan tingkat kepuasan lebih banyak bertentangan dengan kenyataan.
3.     Teori dua faktor (Two factor theory)
               Menurut Gibson dalam Sopiah (2008;173) teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Teori ini memandang kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bahwa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakadaan faktor-faktor ekstrinsik. Herzberg menyimpulkan bahwa orang yang puas dalam pekerjaan berhubungan dengan kepuasan kerja dan orang yang tidak puas dengan pekerjaan berhubungan dengan suasana kerja.Oleh Herzberg orang yang puas diberi nama motivator, dan orang yang tidak puas diberi nama higiene.   Kesimpulan hasil penelitian Herzberg dalam Sopiah (2008;173) mengenai teori dua faktor adalah sebagai berikut :
a.    Ada sekelompok kondisi ekstrinsik (konteks pekerjaan) / faktor higiene  meliputi gaji atau upah, keamanan kerja, kondisi pekerjaan, status, kebijakan organisasi, supervisi, dan hubungan interpersonal. Apabila faktor ini tidak ada maka karyawan akan merasa tidak puas.
b.  Ada sekelompok kondisi instrinsik / faktor motivator  yang meliputi prestasi kerja, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan pertumbuhan.
          Menurut teori ini, perbaikan gaji dan kondisi kerja tidak akan menimbulkan kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidakpuasan. Dalam perkembangan selanjutnya satisfiers dan dissatisfiers ini dipasangkan (dibuat berpasangan) dengan teori motivasi dari Maslow. Pada satisfiers berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan tingkat tinggi (higher order needs) yaitu kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri, sedangkan pada dissatisfiers berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan tingkat bawah (lower order needs) yaitu kebutuhan fisiologis dan rasa aman.
          Salah satu faktor pendorong yang menyebabkan manusia bekerja adalah karena memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, yang permunculannya sangat tergantung dari kepentingan individu. Teori Maslow  adalah salah satu teori yang dapat dipergunakan untuk memotivasi karyawan dalam bekerja. Abraham Maslow menguraikan elemen teori motivasi, disimpulkan dari psikologi humanistik dan pengalaman klinisnya, dia berpendapat bahwa kebutuhan motivasi seseorang dapat disusun dengan cara hirarki. Intinya, dia yakin bahwa jika satu tingkat kebutuhan dipenuhi, tingkat tersebut tidak memotivasi lagi. Tingkat kebutuhan yang lebih tinggi berikutnya diaktifkan untuk memotivasi individu.
          Menurut Maslow dalam Rivai (2008;223) kebutuhan itu dapat dibagi menjadi lima tingkat, yaitu:
1.     Fisiologis; meliputi rasa lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya.
2.     Rasa aman; meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional.
3.     Sosial; meliputi rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan dan persahabatan
4.     Penghargaan; meliputi faktor-faktor penghargaan internal seperti hormat diri, otonomi, dan pencapaian; dan faktor-faktor penghargaan eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
5.     Aktualisasi diri; dorongan untuk menjadi seseorang sesuai kecakapannya, meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri.

          Dari pendapat Maslow tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia dapat disusun menurut tingkat kepentingan, yaitu sejak kebutuhan dasar yang paling sederhana sampai pada tingkat yang lebih tinggi. Apabila suatu kebutuhan atau kepentingan sudah terpenuhi atau terpuaskan, maka akan muncul kebutuhan yang lain atau kebutuhan yang sama dan tetap dengan tingkat yang lebih tinggi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar